Kapabilitas IT telah disorot selama pandemi Covid-19, orang-orang mulai menerima perubahan yang didorong oleh teknologi untuk praktik kerja.
Pandemi yang sedang melanda merupakan bencana terburuk bagi seluruh sektor bisnis, sementara tidak bagi IT. Bencana ini merupakan waktu yang terbaik untuk melakukan perubahan.
Pemilik perusahaan MuleSoft Digital Connect, Ross Mason mengatakan, “banyak kejadian yang timbul dalam 10 minggu terakhir dibandingkan dengan 6 tahun terakhir, karena banyak software yang telah menembus berbagai organisasi, maka kebutuhan karyawan berubah.”
Mason menunjukan bahwa keputusan lockdown dan working from home sebelumnya memberikan gagasan pemusatan IT yang mulai patah karena ada begitu banyak software yang digunakan. Dia percaya, dalam melawan pandemi ada peluang bagi IT untuk memimpin. Orang-orang akan menemukan cara baru untuk melakukan berbagai hal, sebab IT telah ditempatkan sebagai gir tambahan untuk memungkinkan perusahaan-perusahaan dapat bekerja dalam situasi-situasi sulit seperti ini.
“Yang paling penting adalah bekerja cepat,” ungkap Mason, “semuanya merasa hanya bisa bereaksi saja. Dan infrastruktur jaringan kami tidak pernah didesain untuk orang yang bekerja secara remote.” Saat situasi kembali menjadi normal, Mason yakin kalau “normal” tersebut akan berbeda dari sebelumnya. “Tidak ada yang merencanakan untuk bekerja penuh secara remote, namun pandemi ini memaksa semuanya untuk bekerja secara remote.”
MuleSoft telah memperkirakan 88% tenaga kerja saat ini sedang bekerja secara remote dan pada 2021 akan ada sebanyak 30%, dibandingkan dengan 3% sebelum pandemi. Menguntungkannya, semua orang di organisasi bersedia menerima perubahan. Contohnya, penyebaran Unit Office 365, NHS Arden dan Greater East Midlands (Ardengem) telah membuka jalan bagi IT selama pandemi.
Berdasarkan pengalaman Reynold, Kepala Sistem dan Layanan Pengembangan Aplikasi di Ardengem, bahwa lockdown menjadikan orang-orang sadar terhadap perangkat kerja remote seperti Microsoft Teams yang selalu mereka gunakan untuk tetap terhubung dengan yang lain. “Ketika orang menemukan apa yang dibutuhkan, mereka akan bersedia mempelajarinya.”
Sedangkan bagi Mason, dampak menonjol dari pandemi adalah adanya peluang bagi IT untuk mendefinisikan kembali caranya bekerja dengan bisnis. Menurut Mason, di luar masalah jaringan, pekerjaan sehari-hari perlu disampaikan dengan minimal bantuan dari IT. Karena banyak orang sedang tidak bekerja di kantor, tidak ada lagi kesempatan “swivel-chair collaboration” dengan rekan dari IT untuk membantu mereka menyelesaikan tugas-tugas tertentu. “Sekarang orang-orang harus melakukannya sendiri, yang mana IT perlu menjadi self-service untuk semua orang. Tidak ada yang berhasil sebelumnya dan self-service IT mungkin tampaknya merupakan tantangan yang besar, namun ini penting untuk memajukan organisasi.”
Dan Mason merekomendasikan kalau IT harus bisa memastikan sendiri segalanya bisa dikerjakan secara remote dan IT harus bisa mencari tahu sendiri bagaimana membuka kunci aset digital untuk mendukung semua kolega yang membutuhkan informasi perusahaan.
Ada pertumbuhan yang baik dalam penggunaan perangkat low-code untuk memungkinkan orang-orang yang bukan developer software full time bisa menciptakan aplikasi mereka tanpa perlu proyek IT penuh waktu. Berdasarkan laporan MarketandMarkets; Low Code Development Platform Market memiliki proyek pemasaran platform low-code yang akan tumbuh dari USD 13.2 Miliar di tahun 2020 menjadi USD 45.5 Miliar pada 2025 nanti dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 28.1%
Permintaan yang tinggi kemungkinan akan berasal dari meningkatnya kesadaran akan manfaat proses otomasi dan peningkatan fokus pemerintah pada perubahan digital. Laporan tersebut memprediksikan jika tingkat adopsi platform dan layanan pengembangan low-code akan meninggi di antara semua level bisnis; UKM dan Enterprise.
Semua orang harus dapat terhubung dengan aplikasi mereka dan data dalam organisasi mereka, akan tetapi IT tidak perlu terlibat di setiap permintaan. Aplikasi yang dikembangkan dengan low-code membutuhkan akses ke data perusahaan atau application programming interface (API) ke sistem back end agar dapat menarik informasi yang diperlukan. Namun apabila dilakukan secara tradisional, IT akan ikut terlibat.
Demikian pula, Mason mengatakan pengguna bisnis mungkin memerlukan dataset berbeda untuk membuat laporan baru, lagi membutuhkan keterlibatan IT. “Sales dan Marketing mungkin perlu melaporkan sesuatu yang baru secara cepat dan HR butuh mencari tenaga kerja baru.”
Orang-orang akan perlu menemukan sumber daya tanpa perlu melibatkan IT pusat. “Dengan self-service, IT tidak akan lagi melakukan semua proyek dan membebaskan waktu bagi IT dan memungkinkan karyawan lainnya untuk melangkah maju.” Self-service mengharuskan pemimpin IT untuk mengubah pendekatan mereka terhadap fungsi IT dan perannya dalam perusahaan. Juga memerlukan pelatihan yang komprehensif dan dukungan cepat yang memungkinkan orang-orang di berbagai bisnis untuk menemukan dan menggunakan data yang bisa menyelesaikan pekerjaan mereka tanpa harus membuka tiket bantuan kepada IT.
Sumber:
https://www.computerweekly.com/news/252484175/Why-this-is-the-right-time-for-IT?asrc=EM_EDA_129425940&utm_medium=EM&utm_source=EDA&utm_campaign=20200616_Why%20this%20is%20the%20right%20time%20for%20IT